NEFAnews.com – Tumbuh kembang anak dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti perkembangan kognitif, fisik, dan psikososial.
Aspek yang paling mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu; Kognitif yang merupakan semua kegiatan mental yang membuat suatu individu mampu menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu tersebut menerima pengetahuan. (sumber: https://psikologi.uma.ac.id/kognitif).
Pada hakikatnya, Kognitif menggunakan kecerdasan. Menurut teori Jean Piaget, seorang filsuf dan ahli perkembangan psikologi asal Swiss, Dimana Piaget menjelaskan tentang kecerdasan anak akan berubah seiring dengan pertambahan usia.
Salah satu teorinya yakni pertumbuhan anak usia 12 – 25 tahun yang kita kenal dengan usia Tanggung, karena merupakan masa transisi dari anak – anak ke remaja.
Di masa ini pola pikir mulai mengalami perubahan signifikan sehingga sering mengalami ketidaksabilan emosi yang juga disebut dengan Masa Labil.
Diusia ini dibutuhkan pendampingan ektra orang dewasa atau orangtua serta lingkungan yang memadai baik lingkungan sosial maupun lingkungan pendidikan terutama pendampingan spritual keagamaan.
Diusia ini juga peran eksekutif kognitif yang memiliki kemampuan dalam merencanakan, merealisasikan keinginan, dan menyelesaikan suatu masalah pada kehidupan mulai terpikirkan olehnya.
Selain itu, diusia ini juga fungsi kognitif erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk merangkai kata-kata saat berbicara dengan orang lain, hingga kemampuan mengenali, memahami, dan merasakan rangsangan dari lingkungan di sekitar.
Masa pertumbuhan anak ke remaja ini menurut Teori Piaget adalah Tahap Operasional Formal yaitu di usia 12 Tahun ke atas yang merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak untuk melatih kemampuan dalam berpikir secara abstrak, menggunakan logika serta menyelesaikan masalah, dan belajar merencanakan sesuatu, dimana memungkinkan anak untuk mulai memeriksa, menilai, dan mengevaluasi pikiran atau tindakannya sendiri.
Selain mengenal mental anak, orangtua juga patut memahami kebutuhan dasar pada anak – anak.
Menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia ada lima tingkatan.
1. Physiological Needs atau kebutuhan Fisiologis
2. Safety Needs atau Kebutuhan Keamanan.
3. Social Needs atau kebutuhan sosial.
4. Egoistic Needs atau kebutuhan ego, dan
5. Self Actualization Needs atau kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan mendasar dan paling utama bagi manusia meliputi; makanan, air, udara, tempat tinggal, pakaian, seks, dan semua kebutuhan biogenik.
Pada anak – anak remaja, kebutuhan ini yang paling dibutuhka terutama pakaian dan kebutuhan biogenik lainnya, sehingga dibutuhkan pemenuhan Safety Needs yakni keakraban dan kontrol lingkungan serta Social Needs berupa Cinta dan Kasih Sayang.
Jika kebutuhan dasar anak – anak terpenuhi, maka kecil kemungkinan dapat meminimalisir permasalahan ditimbulkan akibat perubahan pola pikir pada saat anak – anak beranjak remaja.
Di era digitalisasi sekarang ini telah banyak memberi pengaruh terhadap tumbuh kembang anak – anak, baik pengaruh positif maupun negatif.
Nakmun yang wajib kita perhatikan yakni pengaruh negatif terhadap tumbuh kembang dan pola pikir anak – anak. Sehingga tak jarang anak – anak di jaman sekarang kerap kali berurusan dengan aparat penegak hukum akibat pengaruh lingkungan baik lingkungan sekitar maupun dunia Maya yang banyak menyajikan perkembangan teknologi.
Bagai dunia dalam genggaman, remaja sekarang ini yang lebih dikenal dengan Gen-Z atau kaum Milenial, memiliki kebutuhan dan keinginan lebih dari sekedar kebutuhan dasar manusia.
Tak jarang demi memenuhi kebutuhan dan keinginan, anak – anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, terkadang terlibat dalam tindakan kriminal.
Bahkan terkadang keterlibatan orang dewasa terhadap tindak kriminal pada anak juga marak terjadi seperti ekploitasi bahkan perdagangan anak yang menjanjikan atau mengiming – imingkan sesuatu barang berharga.
Contoh kasus, di Sulawesi Utara, tepatnya di Bolaang Mongondow Timur (Boltim) tercatat dalam setahun terdapat 97 kasus kriminal yang melibatkan anak – anak.
Boltim sendiri tren kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun hingga triwulan ke III, tahun 2024, menunjukan angka yang signifikan dibanding daerah lain yang telah meraih penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA). (baca:Nefanews.com/edisi 1/11/2024).
Angka ini menunjukan ragam variasi kasus yang melibatkan anak – anak sebagai korban (kekerasan terhadap anak) atau pun dikorbankan (eksploitasi seksual serta Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO).
Berdasarkan Indikator inilah, Boltim belum bisa dikatakan sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Menyusul kasus yang akhir – akhir ini beredar di media sosial yang melibatkan anak Laki – laki yang mulai beranjak remaja dengan Laki – laki paroh baya, dimana keduanya terlibat baku lapor ke kepolisian Polres Boltim dan Polsek Nuangan, karena sama – sama merasa sebagai korban.
Anak laki – laki inisial R, dalam video yang beredar di media sosial, tampak terlihat jelas tangan dan kakinya diikat sambil menyampaikan pengakuan yang menggemparkan Dunia Maya. Dimana R mampu melakukan tindakan yang menurut nalar manusia hanya mampu dilakukan oleh orang dewasa yang profesional. Dalam video tersebut R mengaku telah mengambil uang berulang kali milik Lelaki inisial Ak hingga mencapai ratusan juta rupiah tanpa sepengetahuan Ak.
Meski demikian, penerapan hukum bagi keduanya harus diterapkan. Baik penerapan Undang – undang perlindungan dan penegakan hukum terhadap anak harus dilaksanakan.
Kasus ini menjadi perhatian publik hingga menimbulkan opini dan persepsi beragam dikalangan masyarakat.
Lewat kasus ini kita menyadari bahwa pentingnya pengawasan ektra terhadap anak lewat pemenuhan kebutuhan dasar biologi dan spritual terhadap anak, terutama cinta dan kasih sayang, serta pendidikan agama dan ruang belajar pendidikan yang ramah.
Selain itu, orangtua sebagai fungsi kontrol wajib memantau dan mengawasi setiap perkembangan dan perubahan terhadap diri anak serta selalu memperhatikan tingkah laku dan tindak tanduk yang terjadi pada diri anak. *
Red.